Pancasila, dimanakah engkau?
Sebuah refleksi sederhana mengenai Pancasila
dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila yang ke – 65 tahun.
Suatu fenomena yang dramatis di saat kita mengenang kembali hari lahirnya Pancasila 1 juni 1945. Suatu realita yang tidak dapat dipungkiri pada Indonesia kekinian dimana hampir seluruh elemen bangsa dari pejabat Pemerintah, elit politik, ekonom, pengusaha, akademisi, agamawan, dll sudah banyak melupakan Pancasila meskipun Pancasila baru berusia 65 tahun saat ini. Pertanyaan sekilas terbesit dalam pemikiran yaitu apakah Pancasila hanya sebatas simbolik negara Indonesia tanpa makna? Bagaimana andil Pemuda / mahasiswa terhadap Pancasila dan perannya bagi bangsa ini kedepannya?
Jika dilihat dari aspek historisnya, Pancasila sebenarnya digali dari akar budaya dan sosio-kultural Bangsa Indonesia sendiri. Semestinya seluruh stakeholder Bangsa Indonesia bangga memiliki Pancasila sebagai dasar negaranya karena nilai-nilai Pancasila sudah lama ada dan berakar di dalam kehidupan rakyat Indonesia jauh sebelum Pancasila itu dirumuskan menjadi ideologi bangsa ini. Bung Karno memandang Pancasila dalam praktek kehidupan sebagai meja statis dan leitstar dinamis kedua bagian pandangan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pancasila sebagai meja statis artinya Pancasila menjadi dasar Negara (Indonesia) selanjutnya Pancasila sebagai leitstar dinamis artinya menjadikan Pancasila sebagai ideologi Negara yang memberi tuntunan kearah mana rakyat, Bangsa dan Negara harus dikelola serta diarahkan dalam perjuangan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonenesia yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Pancasila Perspektif Orde Lama dan Orde Baru
Seperti yang kita ketahui bahwa Bung Karno merupakan tokoh utama penggali Pancasila, maka untuk memahami peranan Pancasila dalam perjuangan di Indonesia dari masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang perlu memperhatikan ketokohan Bung Karno selaku Foundingfather bangsa ini. Pandangan Bung Karno dalam hal pembangunan harus meletakkan Pancasila sebagai dasar untuk membangun “ gedung Indonesia Merdeka” yang kokoh. Pemikiran Bung Karno mengenai kemerdekaan penuh dikenal dengan istilah trisaksti yaitu berdaulat dibidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang Budaya, kemudian adanya upaya NCB ( Nation and Character Building) serta politik luar negari bebas aktif.
Berangkat dari cita-cita yang dikerjakan para founding father bangsa ini, bahwa posisi Pancasila di masa Orde Lama dipandang sebagai filsafat dan weltanschauung (dalil-dalil filsafat) yang dimaknai sebagai kata kerja sekaligus dipahami sebagai dasar serta acuan dijalankan dalam rangka“ Nation and Character Building”. Pada masa itu Pancasila dikenal sebagai ideologi progresif sehingga mampu menyikapi problematika kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara Pancasila di masa Orde Baru (Orba) dimaknai sebagai kata benda, nilai luhur warisan nenek moyang (sudah dikeramatkan, tersirat dalam pidato SBY pada 1 Juni 2010) dan bukannya menjadi dasar sekaligus acuan dengan sengaja Pancasila dijelmakan menjadi ideologi tertutup, represif dan menghianati substansi dasar serta digunakan sebagai alat melanggengkan kekuasaan dengan praktek penindasan, bukan program perjuangan tetapi proyek dan objek kegiatan akibatnya Pancasila dibuat kerdil, bersifat mikro dan sangat teknis.
Pancasila, kini tantangan dan harapan
Seperti kita ketahui bahwa Indonesia kekinian sedang mengalami krisis multidimensi, hal ini terjadi akibat warisan sejarah buruk masa lalu (Orba) sehingga keberadaan dan peranan bidang meliputi IPOLEKSOSBUDHANKAM terdegradasi akibatnya pembangunan “ gedung Indonesia merdeka” sampai saat ini masih sangat rapuh. Indonesia kekinian bergolak dengan semakin maraknya kasus tipikor, mafia hukum dan makelar kasus, illegal logging, illegal mining, kriminalisasi KPK, kasus century, pelanggaran HAM, isu SARA, isu disintegrasi Bangsa (OPM Papua), lumpur lapindo, dll. Hal tersebut menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap institusi penegak hukum dan pemerintahan di Indonesia. Semua problematika yang terjadi bukan masalah kebodohan dan ketidakberdayaan, namun cenderung diakibatkan tidak adanya komitmen, konsistensi dan kesungguhan serta ketulusan untuk menanggung konsekuensi perjuangan atas nilai-nilai luhur Pancasila. Ketika kita melupakan, apatis serta melepaskan nilai-nilai luhur pancasila, maka seluruh elemen bangsa akan terhanyut oleh paham - paham asing (neoliberalisme, konsumisme dan hedonistik, dll) yang telah merongrong kekuatan Bangsa ini.
Kita pun harus menyadari kondisi Indonesia kekinian sebagai bangsa yang merdeka dan dewasa tidaklah bijaksana jika hanya menyalahkan negara asing dengan paham nya tersebut. Menjadi suatu pertanyaan apakah semua elemen bangsa telah mengaplikasikan nilai-nilai luhur Pancasila tersebut?. Sebagai mahasiswa dan pemuda-pemudi generasi bangsa ini, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mengenal dengan baik nilai-nilai luhur Pancasila dari sejarah yang benar, kedua adalah membawa dan menghidupi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik di keluarga, kampus, masyarakat dan Negara. Ketiga adalah menghayati dan menyaksikannya bagi orang lain mengenai proses dan hasilnya baik sederhana maupun kompleks dalam mewujudkan manusia Indonesia yang dicita-citakan. Untuk itulah Pancasila dibuat supaya nilai-nilai luhurnya dihidupi dalam hati nurani, pikiran, lisan, tulisan dan utamanya praksis dalam setiap bidang di Negara Indonesia sesuai dengan budaya bersama seluruh komponen Bangsa ini, bukan sebatas simbol usang yang tak bermakna.
Tiba waktunya bagi seluruh elemen Bangsa secara khusus Mahasiswa harus meninggalkan trauma-trauma buruk sejarah masa lalu. Mari kita buat sejarah (history maker) bagi Bangsa ini dengan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam perjuangan mewujudkan masyarakat Indonesia yang telah dicita-citakan bersama.
” selamat memperjuangkan nilai-nilai Pancasila dan meninggalkan trauma masa lalu, hiduplah Pancasila dan jayalah Indonesia”
Palembang,7 Juni 2010
Sumber :
Makalah “Pancasila dalam perspektif perjuangan Bangsa”. (dalam pelatihan nasional Advokasi kebijakan Publik, GMKI. Bogor, 2 Agustus 2006).
Penulis : Mepal Lumban Gaol
(Pj. Ketua cabang GMKI Palembang, masa bakti 2009 – 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar