Senin, 05 September 2011

"Apakah harus kita turun ke jalan lagi....?"
"Apakah harus darah tertumpah lagi....?"
"Apakah harus senjata meletus lagi....?"
"Apakah harus ratap tangis ibu pertiwi terdengar lagi.....melihat putra-putrinya tewas diterjang peluru......?"

Indonesia............
"Kapan kau akan berhenti bertanya....?"


X_Andre.

Pancasila, dimanakah engkau?

Sebuah refleksi sederhana mengenai Pancasila

dalam rangka memperingati hari lahir Pancasila yang ke – 65 tahun.

Suatu fenomena yang dramatis di saat kita mengenang kembali hari lahirnya Pancasila 1 juni 1945. Suatu realita yang tidak dapat dipungkiri pada Indonesia kekinian dimana hampir seluruh elemen bangsa dari pejabat Pemerintah, elit politik, ekonom, pengusaha, akademisi, agamawan, dll sudah banyak melupakan Pancasila meskipun Pancasila baru berusia 65 tahun saat ini. Pertanyaan sekilas terbesit dalam pemikiran yaitu apakah Pancasila hanya sebatas simbolik negara Indonesia tanpa makna? Bagaimana andil Pemuda / mahasiswa terhadap Pancasila dan perannya bagi bangsa ini kedepannya?

Jika dilihat dari aspek historisnya, Pancasila sebenarnya digali dari akar budaya dan sosio-kultural Bangsa Indonesia sendiri. Semestinya seluruh stakeholder Bangsa Indonesia bangga memiliki Pancasila sebagai dasar negaranya karena nilai-nilai Pancasila sudah lama ada dan berakar di dalam kehidupan rakyat Indonesia jauh sebelum Pancasila itu dirumuskan menjadi ideologi bangsa ini. Bung Karno memandang Pancasila dalam praktek kehidupan sebagai meja statis dan leitstar dinamis kedua bagian pandangan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pancasila sebagai meja statis artinya Pancasila menjadi dasar Negara (Indonesia) selanjutnya Pancasila sebagai leitstar dinamis artinya menjadikan Pancasila sebagai ideologi Negara yang memberi tuntunan kearah mana rakyat, Bangsa dan Negara harus dikelola serta diarahkan dalam perjuangan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonenesia yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Pancasila Perspektif Orde Lama dan Orde Baru

Seperti yang kita ketahui bahwa Bung Karno merupakan tokoh utama penggali Pancasila, maka untuk memahami peranan Pancasila dalam perjuangan di Indonesia dari masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang perlu memperhatikan ketokohan Bung Karno selaku Foundingfather bangsa ini. Pandangan Bung Karno dalam hal pembangunan harus meletakkan Pancasila sebagai dasar untuk membangun “ gedung Indonesia Merdeka” yang kokoh. Pemikiran Bung Karno mengenai kemerdekaan penuh dikenal dengan istilah trisaksti yaitu berdaulat dibidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang Budaya, kemudian adanya upaya NCB ( Nation and Character Building) serta politik luar negari bebas aktif.

Berangkat dari cita-cita yang dikerjakan para founding father bangsa ini, bahwa posisi Pancasila di masa Orde Lama dipandang sebagai filsafat dan weltanschauung (dalil-dalil filsafat) yang dimaknai sebagai kata kerja sekaligus dipahami sebagai dasar serta acuan dijalankan dalam rangka“ Nation and Character Building”. Pada masa itu Pancasila dikenal sebagai ideologi progresif sehingga mampu menyikapi problematika kehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara Pancasila di masa Orde Baru (Orba) dimaknai sebagai kata benda, nilai luhur warisan nenek moyang (sudah dikeramatkan, tersirat dalam pidato SBY pada 1 Juni 2010) dan bukannya menjadi dasar sekaligus acuan dengan sengaja Pancasila dijelmakan menjadi ideologi tertutup, represif dan menghianati substansi dasar serta digunakan sebagai alat melanggengkan kekuasaan dengan praktek penindasan, bukan program perjuangan tetapi proyek dan objek kegiatan akibatnya Pancasila dibuat kerdil, bersifat mikro dan sangat teknis.

Pancasila, kini tantangan dan harapan

Seperti kita ketahui bahwa Indonesia kekinian sedang mengalami krisis multidimensi, hal ini terjadi akibat warisan sejarah buruk masa lalu (Orba) sehingga keberadaan dan peranan bidang meliputi IPOLEKSOSBUDHANKAM terdegradasi akibatnya pembangunan “ gedung Indonesia merdeka” sampai saat ini masih sangat rapuh. Indonesia kekinian bergolak dengan semakin maraknya kasus tipikor, mafia hukum dan makelar kasus, illegal logging, illegal mining, kriminalisasi KPK, kasus century, pelanggaran HAM, isu SARA, isu disintegrasi Bangsa (OPM Papua), lumpur lapindo, dll. Hal tersebut menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap institusi penegak hukum dan pemerintahan di Indonesia. Semua problematika yang terjadi bukan masalah kebodohan dan ketidakberdayaan, namun cenderung diakibatkan tidak adanya komitmen, konsistensi dan kesungguhan serta ketulusan untuk menanggung konsekuensi perjuangan atas nilai-nilai luhur Pancasila. Ketika kita melupakan, apatis serta melepaskan nilai-nilai luhur pancasila, maka seluruh elemen bangsa akan terhanyut oleh paham - paham asing (neoliberalisme, konsumisme dan hedonistik, dll) yang telah merongrong kekuatan Bangsa ini.

Kita pun harus menyadari kondisi Indonesia kekinian sebagai bangsa yang merdeka dan dewasa tidaklah bijaksana jika hanya menyalahkan negara asing dengan paham nya tersebut. Menjadi suatu pertanyaan apakah semua elemen bangsa telah mengaplikasikan nilai-nilai luhur Pancasila tersebut?. Sebagai mahasiswa dan pemuda-pemudi generasi bangsa ini, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mengenal dengan baik nilai-nilai luhur Pancasila dari sejarah yang benar, kedua adalah membawa dan menghidupi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik di keluarga, kampus, masyarakat dan Negara. Ketiga adalah menghayati dan menyaksikannya bagi orang lain mengenai proses dan hasilnya baik sederhana maupun kompleks dalam mewujudkan manusia Indonesia yang dicita-citakan. Untuk itulah Pancasila dibuat supaya nilai-nilai luhurnya dihidupi dalam hati nurani, pikiran, lisan, tulisan dan utamanya praksis dalam setiap bidang di Negara Indonesia sesuai dengan budaya bersama seluruh komponen Bangsa ini, bukan sebatas simbol usang yang tak bermakna.

Tiba waktunya bagi seluruh elemen Bangsa secara khusus Mahasiswa harus meninggalkan trauma-trauma buruk sejarah masa lalu. Mari kita buat sejarah (history maker) bagi Bangsa ini dengan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam perjuangan mewujudkan masyarakat Indonesia yang telah dicita-citakan bersama.

” selamat memperjuangkan nilai-nilai Pancasila dan meninggalkan trauma masa lalu, hiduplah Pancasila dan jayalah Indonesia”

Palembang,7 Juni 2010

Sumber :

Makalah “Pancasila dalam perspektif perjuangan Bangsa”. (dalam pelatihan nasional Advokasi kebijakan Publik, GMKI. Bogor, 2 Agustus 2006).

Penulis : Mepal Lumban Gaol

(Pj. Ketua cabang GMKI Palembang, masa bakti 2009 – 2011)

"Jika hati anda bergetar melihat penindasan maka lawanlah sebab diam adalah bentuk penghianatan" ..Che Guevara..


Masih relevankah .....?
Kita bersuara dianggap pemberontakan......
Kita berdiam diri tapi berlawanan dengan hati nurani sendiri.........

Soe Hok Gie

Seorang filsuf Yunani pernah menulis … nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.

Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.

Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…

Minggu, 04 September 2011

Pergerakan Mahasiswa




Diskurkus tentang mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi pokok bahasan dalam berbagai kesempatan pada hampir sepanjang tahun. Begitu banyaknya forum-forum diskusi yang diadakan, telah menghasilkan pula pelbagai tulisan, makalah, maupun buku-buku yang diterbitkan tentang hakikat, peranan, dan kepentingan gerakan mahasiswa dalam pergulatan politik kontemporer di Indonesia. Terutama dalam konteks keperduliannya dalam meresponi masalah-masalah sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat.
Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa seakan tak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidakadilan, ketimpangan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat atas hak-hak yang dimiliki tengah terancam. Kehadiran gerakan mahasiswa --- sebagai perpanjangan aspirasi rakyat ---- dalam situasi yang demikian itu memang amat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan advokasi atas konflik-konflik yang terjadi vis a vis penguasa. Secara umum, advokasi yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan posisi tawar rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang terjadi menjadi lebih signifikan. Dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa lebih banyak mengacu pada panggilan nurani atas keperduliannya yang mendalam terhadap lingkungannya serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya.
Dengan demikian, segala ragam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa lebih merupakan dalam kerangka melakukan koreksi atau kontrol atas perilaku-perilaku politik penguasa yang dirasakan telah mengalami distorsi dan jauh dari komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perbaikan bagi kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, peranannya menjadi begitu penting dan berarti tatkala berada di tengah masyarakat. Saking begitu berartinya, sejarah perjalanan sebuah bangsa pada kebanyakkan negara di dunia telah mencatat bahwa perubahan sosial (social change) yang terjadi hampir sebagian besar dipicu dan dipelopori oleh adanya gerakan perlawanan mahasiswa.
Alasan utama menempatkan mahasiswa beserta gerakannya secara khusus dalam tulisan singkat ini lantaran kepeloporannya sebagai "pembela rakyat" serta keperduliannya yang tinggi terhadap masalah bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan jujur dan tegas. Walaupun memang tak bisa dipungkiri, faktor pemihakan terhadap ideologi tertentu turut pula mewarnai aktifitas politik mahasiswa yang telah memberikan konstribusinya yang tak kalah besar dari kekuatan politik lainnya. Oleh karenanya, penulis menyadari bahwa deskripsi singkat dalam artikel ini belum seutuhnya menggambarkan korelasi positif antara pemihakan terhadap ideologi tertentu dengan kepeloporan yang dimiliki dalam menengahi konflik yang ada. Mungkin bisa dikatakan artikel ini lebih banyak mengacu pada refleksi diskursus-diskursus politik kekuasaan otoritarian Orde Baru yang sengit dilakukan di kalangan aktifis mahasiswa dalam dekade 90-an. Di mana sebagian besar gerakan-gerakan mahasiswa yang terjadi kala itu, penulis ikut terlibat di dalamnya. Tentunya, pendekatan analisis dalam artikel ini lebih mengacu pada gerakan mahasiswa pro-demokrasi jauh sebelum maraknya gerakan mahasiswa dalam satu tahun terakhir ini, yang akhirnya mengantarkan pada pengunduran diri Presiden Soeharto.
Pemihakan terhadap ideologi tertentu dalam gerakan mahasiswa memang tak bisa dihindari. Pasalnya, pada diri mahasiswa terdapat sifat-sifat intelektualitas dalam berpikir dan bertanya segala sesuatunya secara kritis dan merdeka serta berani menyatakan kebenaran apa adanya. Maka, diskursus-diskursus kritis seputar konstelasi politik yang tengah terjadi kerap dilakukan sebagai sajian wajib yang mesti disuguhkan serta dianggap sebagai tradisi yang melekat pada kehidupan gerakan mahasiswa.
Pada mahasiswa kita mendapatkan potensi-potensi yang dapat dikualifikasikan sebagai modernizing agents. Praduga bahwa dalam kalangan mahasiswa kita semata-mata menemukan transforman sosial berupa label-label penuh amarah, sebenarnya harus diimbangi pula oleh kenyataan bahwa dalam gerakan mahasiswa inilah terdapat pahlawan-pahlawan damai yang dalam kegiatan pengabdiannya terutama (kalau tidak melulu) didorong oleh aspirasi-aspirasi murni dan semangat yang ikhlas. Kelompok ini bukan saja haus edukasi, akan tetapi berhasrat sekali untuk meneruskan dan menerapkan segera hasil edukasinya itu, sehingga pada gilirannya mereka itu sendiri berfungsi sebagai edukator-edukator dengan cara-caranya yang khas".
Masa selama studi di kampus merupakan sarana penempaan diri yang telah merubah pikiran, sikap, dan persepsi mereka dalam merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya. Kemandegan suatu ideologi dalam memecahkan masalah yang terjadi merangsang mahasiswa untuk mencari alternatif ideologi lain yang secara empiris dianggap berhasil. Maka tak jarang, kajian-kajian kritis yang kerap dilakukan lewat pengujian terhadap pendekatan ideologi atau metodologis tertentu yang diminati. Tatkala, mereka menemukan kebijakan publik yang dilansir penguasa tidak sepenuhnya akomodatif dengan keinginan rakyat kebanyakan, bagi mahasiswa yang committed dengan mata hatinya, mereka akan merasa "terpanggil" sehingga terangsang untuk bergerak.
Dalam kehidupan gerakan mahasiswa terdapat adagium patriotik yang bakal membius semangat juang lebih radikal. Semisal, ungkapan "menentang ketidakadilan dan mengoreksi kepemimpinan yang terbukti korup dan gagal" lebih mengena dalam menggugah semangat juang agar lebih militan dan radikal. Mereka sedikit pun takkan ragu dalam melaksanakan perjuangan melawan kekuatan tersebut. Pelbagai senjata ada di tangan mahasiswa dan bisa digunakan untuk mendukung dalam melawan kekuasaan yang ada agar perjuangan maupun pandangan-pandangan mereka dapat diterima. Senjata-senjata itu, antara lain seperti; petisi, unjuk rasa, boikot atau pemogokan, hingga mogok makan. Dalam konteks perjuangan memakai senjata-senjata yang demikian itu, perjuangan gerakan mahasiswa --- jika dibandingkan dengan intelektual profesional ---- lebih punya keahlian dan efektif.
Kedekatannya dengan rakyat terutama diperoleh lewat dukungan terhadap tuntutan maupun selebaran-selebaran yang disebarluaskan dianggap murni pro-rakyat tanpa adanya kepentingan-kepentingan lain meniringinya. Adanya kedekatan dengan rakyat dan juga kekauatan massif mereka menyebabkan gerakan mahasiswa bisa bergerak cepat berkat adanya jaringan komunikasi antar mereka yang aktif ( ingat teori snow bowling)..
Oleh karena itu, sejarah telah mencatat peranan yang amat besar yang dilakukan gerakan mahasiswa selaku prime mover terjadinya perubahan politik pada suatu negara. Secara empirik kekuatan mereka terbukti dalam serangkaian peristiwa penggulingan, antara lain seperti : Juan Peron di Argentina tahun 1955, Perez Jimenez di Venezuela tahun 1958, Soekarno di Indonesia tahun 1966, Ayub Khan di Paksitan tahun 1969, Reza Pahlevi di Iran tahun 1979, Chun Doo Hwan di Korea Selatan tahun 1987, Ferdinand Marcos di Filipinan tahun 1985, dan Soeharto di Indonesia tahun 1998. Akan tetapi, walaupun sebagian besar peristiwa pengulingan kekuasaan itu bukan menjadi monopoli gerakan mahasiswa sampai akhirnya tercipta gerakan revolusioner. Namun, gerakan mahasiswa lewat aksi-aksi mereka yang bersifat massif politis telah terbukti menjadi katalisator yang sangat penting bagi penciptaan gerakan rakyat dalam menentang kekuasaan tirani.
Mungkinkah Reformasi sebagai Periodisasi Sejarah?


Identitas  GMKI

GMKI selama ini mempunyai identitas yang  disebut   PANCA  KEGIATAN.  Panca Kegiatan dari Tri Panji GMKI  ini  adalah  bagian dari hidup setiap anggota  dimana  saja berada, sehingga sering disebut sebagai identitas GMKI.

Adapun  Lima Aktivitas dimaksud adalah sebagai  berikut  :

1.      Gerakan  Kader    

GMKI dikatan sebagai   gerakan kader, karena  didalam seluruh usahanya sebagaian besar program diprioritaskan dan  diarahkan  pada  program pendidikan kader. Dengan tujuan senantiasa dapat membina dan membentuk sejumlah kader yang siap dipakai baik untuk konsumsi   intern organization  maupun  untuk konsumsi extern organization. Artinya bahwa sebagai organisasi kader,  GMKI selalui berupaya  membina dan membentuk sejumlah kader  yasng siap dipakai  baik secara  intern bagi GMKI sendiri selama yang bersangkutan masih berstatus anggota, maupuan  yang bersangkutan  berstatus senior ketika terjun di masyarakat.
GMKI  sebegai organisasi kader dalam program kerjanya  lebih banyak menitik beratkan  upaya pendidikan kader, namun tidak  mengabaikan faktor kwantitatif keanggotaan.

2.      Gerakan Evangelisasi

GMKI   sebagai gerakan evangelisasi. Yang dimaksudkan disini ialah bahwa  GMKI seabgai salah satu  Organisasi Kepemudaan yang bernafas Kristen dengan menjadikan Kristus  selaku  Kepala Organisasi. maka selaku anggota GMKI harus tetap setia dan taat pada panggilan Firman Allah.  Dengan demikian maka salah satu tugas pokok kade  GMKI adalah evangelisasi  ( Pekabaran Injil / PI ). Sebagaimana dirumuskan dan dituangkan  sebagai tujuan  organisasi dalam  Anggaran Dasar  pasal  3  ayat  1 ;  yang mana disebutkan bahwa  “Mengajak mahasiswa dan warga  perguruan tinggi  lainnya kepada pengenalan akan Yesus Kristus selaku Tuihan dan Penebus dan memperdalan iman dalam kehidupan dan pekerjaan  sehari-hari “.
Itu berarti harus diyakini bahwa  usaha  memenangkan jiwa bagi Kerajaan Allah adalah tanggung jawab iman anggota GMKI kapan danm dimana saja, baik  selaku pengurus maupun anggota. 


3.      Gerakan  Studi

Sebagai organisasi yang beranggotakan mahasiswa,  salah satu program utamanya adalah  studi, yang disislain secara individu panggilan dan tugas pokok setiap mahasiswa. Maka GMKI sebagai organisasi ikut  memberi motifasi kepada setiap anggota  agar dapat meraih kesuksesan dalam  program studi yang ditekuninya. Namun tidaklah berarti bahwa setiap  mahasiswa cukup menjadi anggota dan pasif terhadap  berbagai kegiatan  GMKI yang lain , karena harus kosentrasi penuh pada belajar supaya sukses. Melainkan harus disadari bahwa GMKI  melalui kegiatan-kegiatan yang lainnya justru  menawarkan kesempatan-kesempatan untuk setiap anggotanya dapat belajar  ketrampilam-ketrampuilan praktis yang tidak  dikurikulumkan  dalam  proses belajar mengajar di perguruan tinggi. Berbagai kesempatan untuk membina  membina dan melatih diri tampil sebagai  seorang pemimpin  selalu terbuka lebar  jika maun belajar dengan sungguh di GMKI   melalui  seluruh  kegiatan-kegiatan. Yang diprogramkannya.

4.      Gerakan Experimen.

GMKI    sebagai  wadah permanen ada dan terus ada dengan  beranggotakan mahasiswa  sebagai  masyarakat  ilmiah secara terus-menerus  mencari nilai-nilai kebenaran secara ilmiah. Maka sebagai organisasi yang dinamis GMKIpun dalam sejarah perjalananya selalu berada dalam proses eksperimen. Misalnya GMKI selalu berada dalam pergumulan
Bagaimana harus merumuskan program-program yang relevan dan menarik, mencari metode-metode pelayanan yang tepat,  merumuskan bentuk struktur yang baru agar tercapai tujuan  dan lain sebagainya.  Namun ini tidak berarti anggota GMKI dijadikan kelinci-kelinci percobaan.  Semua ekperimen ini dilakukan dalam pemahaman bahwa organisasi yang terus – menerus  mengalami perubahan adalah  organisasi yang terus berupaya untuk menjawab  tuntutan jaman kebutuhan anggotanya,  sebab itulah cir suatu organisasi yang aktif dan dinamis.

5.      Gerakan  Berekreasi.

Dikatakan sebagai  gerakan berekreasi, artinya bahwa GMKI harus membina diri secara utuh, yaitu jasmani dan rohani   atau secara psikis dan fisik. Tujuannya adalah supay menikmati segala ciptaan dan kebahagiaan yang diiberikan oleh Tuhan. Berrekreasi adalah bentuk  revrecing yang bertujuan memberi nuansa baru sehingga ada gairah dan semangat baru  untuk kembali kedalam kungkungan rutinitas. Bagi kita GMKI kesempatan rekreasi ini dipandang perlu dan  harus dijadikan sebagai moment dimana kita bisa  melepas kejenuhan setelah terforsir dan bentuknya bisa dikemas dalam berbagai cara, misalnya bentuk pembinaan rohani, pelayanan sosial  dan lain sebagainya.

Kelima  aktivitas pokok   GMKI  yang disebut Panca Kegiatan inilah yang kemudian  dikenal juga dengan sebutan  TRI PANJI GMKI   ( Tinggi  Iman;  Tinggi  Ilmu  dan  Tinggi  Pengabdian ).

Sejarah GMKI Palembang

GMKI Palembang di sahkan sebagai cabang di Kongres GMKI IX di Pematang Siantar pada tahun 1963.
GMKI Palembang terbentuk berkat usaha seorang dosen UNSRI bernama Pdt. J.S Matulessi bersama-sama dengan kader-kader GMKI yang pada saat itu berada di kota Palembang. Kehadiran GMKI Palembang di kota Palembang di harapkan dapat menjadi motor pergerakan mahasiswa di dalam 3 medan pelayanannya sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi sesuai dengan  yang tertuang dalam Anggaran Dasar GMKI pasal yang ke 3 dapat tercapai.